Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar pada Hari Selasa (31/10)

by -446 Views
Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar pada Hari Selasa (31/10)

JAKARTA, Waspada.co.id – Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hari ini Selasa (31/10) diprediksi cenderung melemah menjelang keputusan The Fed terkait suku bunga.

Menurut Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, rupiah diperkirakan akan dibuka fluktuatif namun ditutup melemah di kisaran Rp15.870 hingga Rp15.950 per dolar AS hari ini. Pada Senin (30/10), rupiah ditutup menguat sebesar 0,30% menjadi Rp15.890 per dolar AS.

Sementara itu, indeks dolar menguat sebesar 0,11% menjadi 106,49. Mata uang Asia lainnya mayoritas bergerak bervariasi. Mata uang yang menguat terhadap dolar AS adalah yen Jepang yang naik 0,09%, dolar Singapura naik 0,15%, dolar Taiwan naik 0,10%, won Korea naik 0,35%, peso Filipina naik 0,17%, ringgit Malaysia naik 0,26%, dan baht Thailand naik 0,20%.

Di sisi lain, mata uang yang melemah adalah dolar Hong Kong turun 0,01%, rupee India melemah 0,02%, dan yuan China turun 0,01%.

Ibrahim Assuaibi menyatakan bahwa indeks dolar menguat terhadap mata uang lainnya, mempertahankan sebagian besar kenaikan dari minggu sebelumnya karena pasar masih khawatir mengenai keputusan suku bunga The Fed pada Rabu dan imbal hasil Treasury AS yang masih dalam jangkauan tertinggi baru-baru ini.

Sementara itu, pasar masih fokus pada Bank of Japan (BOJ). BOJ mengadakan pertemuan kebijakan moneter selama dua hari pada Senin, yang juga akan menentukan keputusan suku bunga dari Federal Reserve AS atau The Fed, dan Bank of England.

Saat ini, fokus pasar adalah pada kesimpulan pertemuan BOJ pada Selasa, di mana bank sentral diperkirakan akan mengumumkan perubahan lebih lanjut terhadap kebijakan pengendalian kurva imbal hasil, karena bank sentral tersebut berjuang menghadapi inflasi yang tinggi.

Para ekonom optimis bahwa ekonomi Indonesia dapat tumbuh sebesar 5% meskipun terdapat dua konflik geopolitik, sehingga dinamika global masih menghadapi ketidakpastian. Konflik antara Rusia dan Ukraina belum berakhir, dunia saat ini mengalami turbulensi kembali akibat serangan Hamas terhadap Israel yang memicu ketegangan di Timur Tengah.

Pasokan komoditas kembali terhambat dan kenaikan harga minyak memberikan dampak pada berbagai negara. Sektor energi dan pangan ini merupakan faktor pemicu inflasi secara global. Sebelum dimulainya perang ini, tekanan inflasi global sudah mulai mereda, namun semua ini terkejut dengan perang antara Hamas dan Israel.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan penyebab pelemahan nilai tukar rupiah dalam beberapa pekan terakhir. Dia menyatakan bahwa tekanan yang terjadi di Amerika Serikat (AS), besarnya defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan situasi politik yang fluktuatif di negara tersebut menyebabkan kenaikan suku bunga yang tinggi, hingga mencapai 5%.

Hal ini menyebabkan dolar AS ditarik dari seluruh dunia untuk diinvestasikan kembali ke AS. Akibatnya, indeks dolar AS menguat dan mata uang banyak negara melemah.

Namun, Sri Mulyani menegaskan bahwa situasi Indonesia masih relatif lebih baik dibandingkan dengan negara lain. Ini karena APBN bekerja ekstra keras sebagai “shock absorber”, sehingga tekanan dari luar dapat diredam dan tidak langsung terdampak pada masyarakat.

(Artikel ini telah ditulis ulang dengan beberapa penyederhanaan dan penghilangan kalimat yang tidak perlu)