Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman mengkritik kinerja Majelis Kehormatan MK (MKMK) dan pengucapan putusannya yang menurutnya melanggar prosedur.
Anwar menyesalkan bahwa proses peradilan etik oleh MKMK dilakukan secara terbuka, padahal seharusnya dilakukan secara tertutup sesuai dengan Peraturan MK. Menurutnya, tindakan MKMK tersebut tidak sesuai dengan semangat untuk menjaga martabat hakim MK.
Selain itu, Anwar juga mengeluhkan kegiatan pembacaan putusan MKMK yang seharusnya tidak dilakukan secara terbuka, walaupun bertujuan untuk mengembalikan citra MK di mata publik.
Anwar mengakui bahwa ia ikhlas dengan dibukanya sidang pengucapan putusan MKMK dan tidak melakukan intervensi terhadap proses tersebut ketika ia masih menjabat sebagai Ketua MK.
MKMK sendiri menjatuhkan sanksi berat berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap Anwar Usman sebagai Ketua MK. Keputusan ini melahirkan dissenting opinion dan membuat Anwar turun kasta menjadi hakim MK biasa.
Keputusan MKMK ini merupakan hasil dari tujuh perkara uji materi Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang diajukan oleh mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Meskipun enam gugatan ditolak, MK memutuskan untuk mengabulkan sebagian satu gugatan yang diajukan oleh mahasiswa tersebut.
Putusan ini membuat pencalonan Gibran tetap diketok meski dihujani empat pendapat berbeda dari hakim MK dan dua alasan berbeda dari hakim MK.