Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) mengikuti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan sejumlah kepala daerah terkait akhir masa jabatan kepala daerah Periode 2018-2023, yang berakhir pada tahun 2024.
Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara, Juliadi Harahap mengatakan, Pemprov Sumut tidak perlu lagi menunggu arahan dan surat petunjuk dari Pemerintah Pusat maupun Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI, melaksanakan putusan itu.
Sebelumnya, Pemprov Sumut mengajukan masing-masing tiga calon Penjabat (Pj) Bupati ke Kemendagri RI. Atas putusan MK itu, Juliadi mengungkapkan bahwa pengusulan itu, sudah tidak berlaku lagi.
“Pembahasannya (5 Pj Bupati), sudah tidak disitu lagi lah, sifatnya putusan MK lah,” tutur Juliadi. Dengan begitu, Kepala Daerah hasil Pilkada 2018, yang dilantik pada 2019, tetap melanjutkan masa jabatannya hingga berakhir pada tahun 2024 mendatang.
Berdasarkan informasi diperoleh, ada 5 Bupati diajukan masing-masing 3 nama calon Pj Bupati ke Kemendagri sebelumnya oleh Pemprov Sumut, yakni Plt Bupati Palas, Ahmad Zarnawi Pasaribu, berakhir pada 11 Februari 2024. Plt Bupati Langkat, Syah Afandi, berakhir pada 20 Februari 2024.
Sedangkan, Bupati Deliserdang, H.M Ali Yusuf Siregar, Bupati Tapanuli Utara (Taput), Nikson Nababan dan Bupati Dairi, Eddy Keleng Ate Berutu. Mereka masa jabatannya, berakhir 23 April 2024.
Untuk diketahui, Gugatan masa jabatan itu, dilayangkan ke MK oleh Gubernur Maluku Murad Ismail, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil E. Dardak, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto, Wakil Wali Kota Bogor Didie A. Rachim, Wali Kota Gorontalo Marten A. Taha, Wali Kota Padang Hendri Septa, dan Wali Kota Tarakan Khairul.
Mereka mengajukan uji materiil Pasal 201 ayat (5) UU Pilkada Nomor 10 tahun 2016 yang mengatur tentang kepala daerah hasil pemilihan 2018 menjabat sampai 2023. Alasannya, meski dipilih lewat Pilkada 2018, para pemohon baru dilantik pada 2019.
Jika masa jabatan mereka mesti berakhir di 2023, maka periode kepemimpinan mereka tak utuh selama lima tahun.
Dalam putusan tersebut, menyatakan Pasal 201 ayat (5) UU 10 tahun 2016 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.