Sikap-sikap Pemenang oleh Prabowo Subianto
Salah satu ajaran utama yang saya terima dalam perjalanan saya menjadi seorang pendekar adalah, ‘rame ing gawe, sepi ing pamrih’. Artinya, berbuatlah dengan banyak pengabdian, jangan menuntut pamrih. Seorang pendekar sejati berbuat untuk orang banyak, berbuat untuk negaranya, bukan untuk dirinya sendiri. Ia harus berisi namun tetap rendah hati, difitnah namun tetap memaafkan. Seorang pendekar sejati tidak mengenal kata dendam.
Dalam sejarah Indonesia, kita melihat banyak tokoh pendekar pembela bangsa yang berani dan jujur tanpa pamrih. Mereka tidak pernah membalas fitnah atau kebencian dengan sikap yang sama. Mereka menghidupkan sikap seorang pendekar yang selalu mengutamakan kebenaran dan keadilan. Mereka mampu membela diri, keluarga, lingkungan, dan negara tanpa menggunakan ancaman, penindasan, atau penyakitan pada orang lain.
Seorang pendekar sejati harus mengobati yang sakit, bukan menimbulkan penderitaan. Ia juga harus mengutamakan persaudaraan dan persahabatan dalam tindakannya. Tanpa meninggalkan semangat perjuangan, seorang pendekar harus selalu mencari jalan damai dan jalan yang baik untuk mengatasi masalah.
Kekerasan seorang pendekar sejati seharusnya hanya diperuntukkan jika negara menuntut dan dalam situasi tertentu yang memang membutuhkannya. Namun, sikap kesatria sejati tidak pernah memiliki rasa benci atau dendam. Seorang pendekar harus berani menghadapi maut dan risiko tanpa membawa rasa kebencian.
Kesatria sejati juga mampu berunding dan bernegosiasi untuk mencapai kesepakatan yang baik, meskipun berbeda pendapat dengan lawan. Kita harus bekerja sama meski kita tidak selalu sependapat. Kita harus tetap mengutamakan kebaikan bangsa tanpa harus menunjukkan kesalahan orang lain.
Semua sikap seorang pendekar ini diasuh turun-temurun di perguruan pencak silat di Indonesia. Selain itu, saya juga menemukan sikap-sikap ini di buku “the Swordless Samurai” karya Kitami Masao dan “Warrior of the Light” karya Paulo Coelho. Kesatria sejati harus menjauh dari jalan yang gelap dan penuh keserakahan, kedengkian, iri hati, fitnah, kekejaman, dan kecurangan.
Seorang pendekar harus menerima kenyataan bahwa dirinya tidak sempurna dan senantiasa ingin belajar dan berkembang. Karena ia adalah seorang yang percaya, ia percaya bahwa pemikirannya mampu mengubah hidupnya dan bahwa keajaiban akan terjadi. Seorang pendekar juga tidak akan pernah menundukkan kepalanya dan harus tetap tegar dalam menghadapi segala rintangan.
Saya meyakini bahwa sikap-sikap seorang pendekar sejati adalah kunci dari keberhasilan bangsa ini. Oleh karena itu, kita perlu menghidupkannya dalam segala aspek kehidupan kita sebagai warga negara Indonesia.