Kejagung Menduga Keterlibatan Korupsi Timah Terkait Pemilik Uang Tunai Rp33 M – Waspada Online

by -124 Views
Kejagung Menduga Keterlibatan Korupsi Timah Terkait Pemilik Uang Tunai Rp33 M – Waspada Online

Jakarta, Waspada.co.id – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyita uang tunai sebesar Rp33 miliar dari hasil penggeledahan terkait kasus korupsi penambangan timah di Provinsi Bangka Belitung.

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana menyatakan bahwa penggeledahan dilakukan oleh tim penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) di tiga lokasi berbeda di wilayah DKI Jakarta.

“Dilakukan penggeledahan di Kantor PT QSE, Kantor PT SD, dan rumah HL di Jakarta,” kata Ketut dalam siaran pers Sabtu (9/3).

Dari penggeledahan tersebut, penyidik berhasil menyita uang tunai dalam bentuk Rupiah dan dolar Singapura (SGD) serta sejumlah dokumen. “Uang tunai yang disita sebesar Rp10 miliar dan 2 juta SGD,” ujar Ketut.

Ketut tidak menjelaskan secara rinci apakah penyitaan uang dilakukan di kantor PT QSE, Kantor PT SD, atau rumah HL. Namun, Ketut menyatakan bahwa uang yang disita diduga terkait dengan kasus korupsi penambangan timah yang sedang diselidiki oleh Jampidsus.

“Diduga kuat uang-uang tersebut terkait atau merupakan hasil dari kejahatan,” tegas Ketut. Ia juga tidak memberikan detail tentang rumah HL yang menjadi objek penggeledahan.

Namun, berdasarkan informasi dari tim penyidik, inisial HL merujuk pada nama Hendri Lie, seorang pengusaha di bidang penerbangan sipil-swasta. Nama ini diduga terkait dengan salah satu perusahaan penambangan timah yang tengah diselidiki oleh Jampidsus-Kejagung.

Kasus korupsi penambangan timah ini telah menetapkan 14 tersangka, termasuk pejabat di PT Timah Tbk dan pihak swasta. Salah satu pejabat yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT), mantan Dirut PT Timah Tbk.

Kasus penambangan timah ini merupakan kasus korupsi terbesar yang sedang diselidiki di Indonesia. Kerugian ekonomi negara akibat penambangan ilegal tersebut diperkirakan mencapai Rp271 triliun.

Angka ini belum termasuk kerugian keuangan negara yang masih dalam proses perhitungan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).