JAKARTA, Waspada.co.id – Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat Andi Alfian Mallarangeng menilai perlu ada satu partai besar yang menjadi oposisi di pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka nanti.
Hal ini menurut Andi bertujuan agar terjadi mekanisme pemeriksaan dan keseimbangan terhadap berbagai langkah yang diambil pemerintah. Pernyataan ini disampaikan Politisi Partai Demokrat itu dalam diskusi daring bertajuk ‘Demokrasi Tanpa Oposisi’ yang diikuti di Jakarta, Sabtu (4/5).
“Anda perlu ada oposisi. Jika tidak ada oposisi dan semua masuk dalam parlemen, demokrasi-nya kurang ada check and balance,” kata Andi Mallarangeng.
Namun, Andi mengatakan Demokrat telah menyerahkan kepada Presiden Terpilih Prabowo Subianto terkait partai mana yang akan diundang untuk bergabung dengan pemerintahan. Sejauh ini, Prabowo telah berkomunikasi secara langsung dengan Partai Nasional Demokrat (Nasdem) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Namun, ada sinyal bahwa Partai Keadilan Sejahtera (PKS) akan diajak Prabowo untuk masuk ke pemerintahan. Sementara Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan masih belum memutuskan apakah akan menjadi oposisi atau akan masuk ke pemerintahan.
Andi menjelaskan bahwa ada kebutuhan untuk menambah koalisi pemerintahan karena berdasarkan hasil Pemilu 2024, empat partai politik di Koalisi Indonesia Maju (KIM) baru mendapatkan 40 persen suara. KIM terdiri dari Partai Golkar, Gerindra, Demokrat, dan PAN.
Menurut Andi, penambahan satu partai politik ke dalam pemerintahan sebenarnya sudah cukup untuk mendapatkan dukungan mayoritas di parlemen. Pasalnya, suara partai pemerintah di Senayan sudah bisa melebihi 50 persen suara.
“Tapi sekali lagi tergantung pada Pak Prabowo, apakah dia mau mengundang satu, dua, atau tiga partai parlemen. Tapi rasanya tidak perlu empat partai,” ujarnya.
Sebelumnya, peneliti senior dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Lili Romli mengatakan bahwa PDIP dan PKS menjadi harapan terakhir untuk menjadi oposisi. Menurutnya, kekuatan oposisi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI masih sangat diperlukan.
Hal ini agar ada kontrol dan pengawasan terhadap pemerintah. Jika tidak ada oposisi, menurut Lili, kebijakan yang diambil cenderung merugikan rakyat seperti era Orde Baru.
“Jika semua bergabung, maka DPR benar-benar tidak akan berperan,” kata Lili dalam sebuah webinar yang berjudul ‘Quo Vadis Demokrasi Indonesia Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi’ yang diikuti dari Jakarta, pada Senin (29/4) lalu. (wol/republika/man/d1)