Jakarta, Waspada.co.id – Mahkamah Konstitusi (MK) RI menolak berkomentar tentang rancangan undang-undang (RUU) mengenai perubahan keempat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK yang sedang dibahas di DPR RI.
Revisi UU MK tinggal menunggu pengesahan dalam rapat paripurna DPR dalam waktu dekat.
“Tidak ada tanggapan soal itu,” kata Kepala Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan sekaligus Juru Bicara MK Fajar Laksono di Jakarta, Kamis (16/5/2024).
Fajar mengatakan alasan MK tidak memberikan komentar adalah karena RUU MK yang telah disetujui untuk dibawa pada pembicaraan tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR RI, berpotensi diuji di lembaga peradilan yang bertugas sebagai penguji undang-undang.
“Semua undang-undang yang disahkan berpotensi diuji di MK, sehingga Mahkamah tidak boleh ikut mengomentari. Jadi, jika ingin memberikan komentar, maka hakim-hakim akan memberi komentar pada putusan apabila undang-undang tersebut diuji. Karena semua undang-undang memiliki potensi untuk diuji,” kata dia.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto mewakili Pemerintah menyatakan telah menerima hasil pembahasan RUU MK dari Panitia Kerja DPR RI pada Senin (13/5/2024). RUU tersebut merupakan draf revisi dari Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
“Atas nama pemerintah, kami menerima hasil pembahasan RUU di tingkat panitia kerja yang menjadi dasar pembicaraan atau pengambilan keputusan tingkat pertama pada hari ini,” kata Hadi Tjahjanto saat rapat kerja dengan Komisi III DPR RI.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan bahwa RUU MK telah disetujui oleh Komisi III DPR RI bersama Pemerintah untuk dibawa ke pembicaraan tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR RI. Dengan masa sidang yang masih panjang, Dasco optimis bahwa RUU tentang perubahan keempat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) dapat disahkan menjadi undang-undang.
Pakar hukum tata negara, Mahfud MD, juga memandang bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) memang aneh. Mahfud berpendapat bahwa revisi terhadap UU MK tersebut malah berpotensi mengganggu independensi hakim, terutama yang terkait dengan aturan peralihan.
“Itu juga sebabnya saya menolak, ini mengganggu independensi. Orang ini secara halus ditakut-takuti, kamu ini diganti loh, dikonfirmasi, tanggal sekian dijawab tidak, berhenti, habis kamu sebagai hakim. Jadi, independensinya sudah mulai disandera, menurut saya,” kata Mahfud dalam keterangan pers pada Rabu (15/5/2024).
Mahfud menilai bahwa UU tersebut, walaupun bagus, tidak boleh berlaku untuk hakim-hakim yang saat ini sedang menjabat. Para hakim MK yang sudah ada harus dibiarkan sampai habis masa jabatannya sebelum dilakukan penggantian. Namun, Mahfud mengingatkan bahwa saat itu DPR menolak karena mereka ingin hakim-hakim langsung diganti.
“DPR menolak, pokoknya langsung, begitu UU ditetapkan hakim yang belum genap 10 tahun tapi sudah di atas lima tahun harus dikonfirmasi lagi. Wah, saya bilang ini tidak benar, dalam ilmu hukum ini keliru saya bilang, akhirnya apa, deadlock saja saya bilang, maka deadlock, selama saya jadi Menko,” ujar Mahfud.