DPR Menunda Pembahasan RUU Penyiaran – Waspada Online

by -87 Views

Jakarta, Waspada.co.id – Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas telah menerima instruksi dari Fraksi Partai Gerindra untuk menunda pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Salah satu alasan untuk menunda pembahasan adalah agar kemerdekaan pers tidak terganggu.

“Saya diberi perintah oleh fraksi kami untuk sementara waktu tidak membahas RUU Penyiaran,” kata Supratman di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (28/5/2024).

Baleg juga telah menerima masukan dari Komisi I yang merupakan pihak pengusul revisi UU Penyiaran. Namun, terdapat pasal-pasal dalam revisi tersebut yang dianggap kontroversial oleh elemen pers dan pihak yang terkait dengan penyiaran.

“Kami tidak ingin kemerdekaan pers terganggu. Pers merupakan lokomotif dan salah satu pilar demokrasi yang harus dipertahankan untuk keberlangsungan demokrasi,” ujar Supratman.

Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid menegaskan bahwa tidak ada niat untuk merendahkan peran pers melalui revisi UU Penyiaran. Hubungan dengan Dewan Pers sebagai mitra kerja juga berlangsung baik dalam mendukung keberlangsungan media.

“Draf RUU Penyiaran saat ini masih belum final, ada beberapa versi dan masih terus berkembang. Sebagai draf, penulisan masih belum sempurna dan dapat ditafsirkan secara beragam,” kata Meutya dalam keterangannya.

Proses penyusunan draf revisi UU Penyiaran masih berlangsung di Baleg. Komisi I memberikan ruang sebanyak mungkin untuk menerima masukan dari berbagai kelompok masyarakat terkait draf revisi tersebut.

Selain itu, Komisi I telah mengadakan rapat internal untuk membentuk panitia kerja (Panja) revisi UU Penyiaran. Mereka juga akan mempelajari masukan dari berbagai kelompok masyarakat.

“Komisi I DPR akan terus membuka pintu lebar untuk menerima masukan, mendukung diskusi, dan dialog mengenai RUU Penyiaran sebagai bahan pembahasan,” ujar Meutya.

Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dinilai kontroversial oleh beberapa pihak. Salah satu poin kontroversial adalah larangan penayangan jurnalistik investigasi dalam Pasal 50B Ayat 2 huruf c.

Selain itu, terdapat juga poin kontroversial lainnya dalam Pasal 50B Ayat 2 huruf k terkait larangan penayangan yang berkaitan dengan penghinaan dan pencemaran nama baik. Poin-poin ini dianggap kontroversial karena dapat ditafsirkan secara beragam.

Sebelumnya, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menyebut bahwa Komisi I DPR RI menargetkan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran selesai pada tahun 2024 ini.

Dewan Pers juga mempertanyakan urgensi revisi UU Penyiaran, sementara Presiden Joko Widodo sangat menghormati pers dan mengeluarkan Perpres 32 tahun 2024 untuk memberikan dukungan pada karya jurnalistik yang berkualitas.

“Pemerintah menghormati karya jurnalistik berkualitas. Namun, dalam draf RUU Penyiaran ini ada larangan terhadap penayangan jurnalistik investigasi. Padahal, jurnalistik investigasi merupakan mahkota dari karya jurnalistik,” ujar Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu di Bandung, Kamis (16/5/2024).

Ninik juga mencatat bahwa revisi UU Penyiaran yang sedang dibahas oleh Baleg DPR RI ini dianggap sebagai upaya berulang kali untuk membatasi kebebasan pers di Indonesia.

“Ini merupakan upaya untuk membatasi peran pers dan dianggap dapat membahayakan demokrasi serta semangat reformasi di Indonesia, karena hak warga negara untuk mengetahui dan berbicara akan terkekang,” tambahnya.

Upaya membatasi pers di Indonesia bukanlah peristiwa pertama, hal serupa telah terjadi saat pembahasan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dan UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

“Ini bukan kali pertama. Perhatikanlah, sebelumnya pada 2017 dengan UU Pemilu, kemudian UU Cipta Kerja yang melarang penyiaran pemberitaan. Sekarang, draf RUU Penyiaran ini. Jadi, ini bukan kali pertama dalam upaya untuk merendahkan peran pers dalam penyiaran berita berkualitas,” kata Ninik di Bandung.