Pengingkaran Tapera oleh Negara terhadap UUD 45 – Waspada Online

by -176 Views

JAKARTA, Waspada.co.id – Undang-undang Nomor 4 tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat sebenarnya merupakan implementasi dari Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang mengamanatkan setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.

“Untuk itu, negara menjamin pemenuhan kebutuhan warga negara atas tempat tinggal yang layak dan terjangkau dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjiwa diri, mandiri, dan produktif,” demikian dikatakan oleh Pemerhati Sosial Politik, Sri Radjasa MBA, dalam rilisnya, Selasa (4/6).

Dinyatakan bahwa niat mulia sebagaimana yang diamanatkan oleh Pasal 28H ayat (1) UUD 45, sebenarnya amanat yang diberikan dan dibebankan kepada negara untuk menjamin pemenuhan kebutuhan warga negaranya atas tempat tinggal yang layak, dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjiwa diri, mandiri, dan produktif.

“Tetapi mengapa dalam implementasinya justru terjadi kontradiktif sebagaimana yang dimaksud dalam UU No 4 tahun 2016. Di mana rakyat dibebani tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan atas tempat tinggal yang layak dan terjangkau,” terang pria yang juga mantan BIN ini.

Diakui, betapa menyedihkannya melihat nasib rakyat hari ini, hanya untuk bermimpi besok masih bisa makan saja begitu sulit. Belum lagi beban pajak yang terus meningkat, harga listrik yang semakin mahal, harga kebutuhan pokok yang terus melambung bahkan sering terjadi kelangkaan, biaya kesehatan dan pendidikan yang sulit diprediksi.

“Di tengah tantangan hidup yang menghimpit, alih-alih pemerintah hadir dengan semangat nawacita, justru aroma sedih ditunjukkan melalui Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang dibebankan kepada rakyat. Bisa dikatakan Tapera sebagai penolakan negara terhadap UUD 45,” ujar Sri.

Program Tapera, kata Sri, jika dilihat dari sudut pandang konstitusi UUD 45, mencerminkan ketidaksesuaian negara dalam bentuk tanggung jawab konstitusi terhadap kesejahteraan rakyat.

“Tapera dipandang sebagai kebijakan ‘melarikan diri dari tanggung jawab’ pemerintah terhadap pemenuhan kebutuhan warga negara, untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak. Oleh karena itu, Tapera yang dibebankan kepada rakyat patut diduga sebagai kebijakan yang tidak sesuai konstitusi,” tegasnya.

Lebih lanjut Sri mengatakan, mekanisme pelaksanaan Tapera melalui pengumpulan dana masyarakat sangat rentan terhadap penyelewengan dana oleh pihak pemerintah. Oleh karena itu tingkat kepercayaan masyarakat sangat rendah terhadap kegiatan pengumpulan dana masyarakat oleh Pemerintah, akibat merebaknya kasus mega korupsi yang baru-baru ini terjadi di Asabri, Jiwasraya, Taspen dan Dana Haji serta berbagai pengumpulan dana oleh institusi pemerintah.

“Ayo kita belajar dari negara Kuba, meskipun memiliki sumber daya alam yang terbatas dan dikepung embargo AS hingga saat ini, tapi mampu membangun keadilan sosial dan ekonomi, untuk mencapai kesejahteraan rakyat, melalui program pendidikan dan kesehatan gratis. Kuba meskipun berideologi komunis, tapi pemerintahnya berhasil mengantar negara tersebut, sebagai negara dengan jaminan sosial tertinggi di dunia. Kuba mampu menyediakan rumah gratis bagi setiap kepala keluarga, tanpa memberatkan rakyatnya,” jelasnya.

Potret Indonesia saat ini, rakyat sebagai pemegang kedaulatan hanya dijadikan objek oleh kekuatan politik pemerintah. Rakyat selalu menjadi sasaran untuk membiayai kelangsungan negara, sementara pemerintah yang berkuasa tidak mampu membangun infrastruktur ekonomi yang memberikan nilai tambah untuk mendukung perekonomian negara.

Kepada Pemerintah yang berkuasa, Sri meminta agar menghentikan segala bentuk kebijakan yang memperburuk kondisi rakyat, karena kalian tidak lebih dari pelayan bagi rakyat sebagai tuan di negara ini.

“Jangan menunggu hingga kesabaran rakyat habis, karena sejarah telah membuktikan bahwa kekuatan penguasa dapat runtuh dan mencatat kalian sebagai pengkhianat dalam sejarah bangsa ini,” pintanya. (wol/rls/asred/d2)