JAKARTA, Waspada.co.id – Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menyinggung kondisi hukum Indonesia yang diakui tidak sesuai harapannya saat memperjuangkan reformasi dalam peristiwa 27 Juli 1996 atau yang dikenal sebagai peristiwa Kudatuli.
Awalnya, Megawati mengatakan PDIP memperingati peristiwa Kudatuli sebagai upaya untuk mendorong kebebasan masyarakat sipil. Melalui pengadilan sipil, pihaknya juga meminta pengadilan untuk berhubungan dengan pengadilan militer.
“Jadi bayangkan dari tahun berapa sampai sekarang, seperti tidak dibuka-buka, dan inilah juga masalah hukum kita akibat kita sendiri tidak memiliki semangat untuk memastikan bahwa negara ini dibangun sesuai dengan hukum,” kata Megawati dalam pidato politiknya di Mukernas Perindo yang diadakan di INews Tower, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (30/7).
Karena ketidakjelasan tersebut, Megawati menilai bahwa hukum Indonesia tidak bisa berdiri tegak. “Tapi jika kita melihat sekarang, hukum kita menurut saya agak kacau, coba bayangkan. Dan orang-orang sekarang sepertinya tidak bisa mengatakan seperti saya,” ucapnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyatakan bahwa kantor DPP PDIP di Jalan Diponegoro menjadi saksi sejarah dan kekekalan bagaimana Megawati Soekarnoputri menghadapi tekanan pemerintahan Orde Baru.
Peristiwa penyerangan kantor partai oleh aparat pada 27 Juli 1996 merupakan titik awal gerakan reformasi untuk menggulingkan otoritarianisme Presiden Soeharto.
“Oleh karena itu, di kantor partai ini menjadi saksi sejarah bahwa peringatan 27 Juli mengapa harus dimulai dengan diskusi dan kali ini kita adakan satu minggu sebelumnya. Karena kita akan menggali seluruh pemikiran yang mendasari mengapa Megawati dengan tekanan yang luar biasa dari era Orde Baru, dengan bujukan kekuasaan yang luar biasa, beliau tetap memilih jalan yang sangat konsisten,” ujarnya. (wol/inilah/ags/d2)