Diplomacy during the Prabowo Era: Examining the Legacy and Insights of Prof. Sumitro Djojohadikusumo

by -79 Views
Diplomacy during the Prabowo Era: Examining the Legacy and Insights of Prof. Sumitro Djojohadikusumo

Apa yang akan dilakukan Diplomasi Luar Negeri Indonesia di Era Presiden Prabowo Subianto?

Sebagai putra dari Sumitro Djojohadikusumo, diantisipasi bahwa banyak dari strategi diplomatik Prof. Sumitro akan diwariskan dan dilaksanakan oleh putranya, Presiden terpilih Prabowo Subianto.

Pendekatan ini melibatkan pemanfaatan kekuatan naratif dan kerabatan untuk membangun kekuatan lunak Indonesia.

Dikenal sebagai seorang ekonom Indonesia yang prominent, tidak banyak yang tahu bahwa Prof. Sumitro juga adalah seorang diplomat yang luar biasa.

Salah satu contoh signifikan dari upaya diplomatis Prof. Sumitro diabadikan dalam sebuah artikel New York Times.

Permohonan Sumitro pada usia 31 tahun kepada Pemerintah AS, yang dipublikasikan di New York Times pada tanggal 21 Desember 1948, berhasil menghentikan aliran dana bantuan Amerika ke Belanda, yang digunakan untuk operasi militer Belanda setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

Prof. Sumitro menulis:

“Pertempuran militer Belanda saat ini sayang sekali telah membawa realisasi yang mengerikan atas kekhawatiran yang sudah lama ada di benak semua orang yang baik hati. Dalam sejarah modern bangsa, hanya tindakan Belakang punggung Signor Mussolini pada tahun 1940 dan serangan mendadak Jepang terhadap Pearl Harbor pada tahun 1941 dapat dibandingkan dengan tindakan Belanda yang tercela ini tanpa peringatan.”

“Tidak ada alternatif lain bagi Republik Indonesia selain memimpin hidupnya sendiri dan melanjutkan sebaik mungkin sebagai negara yang mandiri dan berdaulat.”

“Kami dengan hormat namun dengan segera meminta Pemerintah Amerika Serikat untuk menghentikan memberikan dolar Amerika kepada Belanda dalam Program Pemulihan Eropa atau lainnya.”

Pada saat itu, Sumitro Djojohadikusumo, ayah Prabowo Subianto, menjabat sebagai Kepala Delegasi Indonesia yang Bertindak di PBB.

Setelah Perang Dunia II, Belanda pada dasarnya bangkrut dan bergantung pada bantuan rekonstruksi Amerika di bawah Rencana Marshall, yang digunakan secara salah untuk mendanai operasi militer di Indonesia.

Sumitro, yang saat itu baru berusia 31 tahun, diamanahkan oleh Presiden Sukarno untuk menghentikan dana Amerika yang digunakan oleh Belanda untuk ambisi kolonialnya di Indonesia.

Sumitro melakukan lobbying kepada pejabat AS di Washington dan PBB di New York.

Berkat usaha Sumitro, Menteri Luar Negeri AS Robert A. Lovett akhirnya menghentikan bantuan kepada Belanda, karena klaim Sumitro terbukti: dana tersebut digunakan untuk operasi militer di Indonesia.

Berhentinya bantuan memaksa Belanda untuk bernegosiasi dengan Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar, akhirnya mengakui kemerdekaan Indonesia.

Usia muda Sumitro dan kecerdasannya dalam narasi dan negosiasi, serta keterampilan jaringan internasionalnya, membuat Presiden Sukarno menugaskannya tugas yang sangat penting.

Keberhasilan narasi dan diplomasi kerabatan Sumitro memainkan peran kunci dalam memastikan kemerdekaan Indonesia setelah Proklamasi.

Presiden Sukarno menunjuk Sumitro sebagai Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat pada usia 33 tahun.

@Catatan Dirgayuza

Source link