Waspada.co.id – Militer Israel (IDF) masih melakukan genosida di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023. Masyarakat internasional, terutama publik di negara-negara mayoritas Muslim, bertanya-tanya tentang peran negara-negara Arab dalam upaya menghentikan agresi Israel terhadap Palestina.
Menurut akademisi Universitas Indonesia (UI) Profesor Yon Machmudi, sebagian negara-negara Arab pada awalnya siap untuk bekerja sama dan melakukan normalisasi hubungan dengan Israel. Namun, konflik antara Hamas dan IDF yang terjadi pada 7 Oktober 2023 telah mengubah kondisi tersebut. Oleh karena itu, normalisasi hubungan tidak lagi relevan.
Selain itu, menurut Ketua Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam di SKSG UI, posisi umum negara-negara Arab tampak ambigu. Mereka terlihat tidak bisa secara tegas menunjukkan dukungan untuk Palestina karena masih terpengaruh oleh kerja sama dengan Israel dan sekutunya, Amerika Serikat (AS), terutama dalam hal keamanan.
“Ketidakjelasan ini sangat disayangkan karena berdampak pada tidak optimalnya dukungan terhadap Palestina,” ujar Profesor Machmudi saat dihubungi oleh Republika, Senin (7/10/2024).
Setelah satu tahun agresi Israel di Jalur Gaza, kondisi rakyat Palestina semakin memburuk. Masyarakat sipil setempat menunggu akhir dari eskalasi serangan IDF yang telah meluas hingga ke Lebanon.
“Pada satu tahun perjalanan perang di Gaza, genosida telah terjadi. Pembunuhan hampir terjadi setiap hari dan belum ada upaya signifikan untuk mencapai gencatan senjata,” kata Machmudi.
Ia juga menyoroti pemerintahan Israel yang saat ini dikuasai oleh kelompok sayap kanan ekstrem, Likud. Diketahui bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu adalah pemimpin partai tersebut. Menurut Machmudi, dominasi Likud menjadi salah satu hambatan utama dalam proses perdamaian.
Dalam situasi yang kritis ini, Jalur Gaza menghadapi risiko keruntuhan. Karena itu, dunia masih menunggu tindakan nyata dari para pemimpin dunia, termasuk negara-negara Arab yang menjadi tetangga terdekat Palestina.
“Jika langkah konkret tidak diambil, Gaza berisiko kolaps. Wilayah tersebut bisa diduduki oleh Israel dan rakyatnya akan menjadi korban pembunuhan massal,” tegas Machmudi.
“Palestina mungkin hanya akan tinggal sebagai catatan sejarah, sementara di lapangan hanya ada negara Israel. Situasi ini tentu tidak diinginkan oleh kita dan dunia,” tambahnya. (republika)