Kepemimpinan Prabowo Subianto dalam Bidang Militer
Apabila kita meneliti sejarah, dari zaman kuno hingga sekarang, seorang Jenderal atau Panglima adalah seseorang ahli strategi perang yang dipilih dengan tujuan memperoleh kemenangan bagi negaranya agar dapat mengatasi segala ancaman yang mengancam kelangsungan hidup negara tersebut. Oleh karena itu, seorang Jenderal harus mampu memberikan kemenangan dan keberhasilan dalam tugas pokoknya. Dengan semakin berkembangnya organisasi masyarakat dan kekuatan militer yang besar, jabatan Jenderal menjadi suatu pangkat. Namun, terdapat perbandingan yang menarik bahwa suatu organisasi militer dengan terlalu banyak Jenderal dibandingkan dengan pasukan tempur biasanya memiliki kecenderungan untuk jarang memenangkan peperangan. Sebagai contoh pada masa perlawanan melawan Belanda, hanya terdapat satu Jenderal di seluruh TNI, yaitu Panglima Besar Jenderal Sudirman dengan pangkat Jenderal Mayor. Bahkan, pendiri Divisi Siliwangi, Kolonel Abdul Haris Nasution, pada saat pengangkatannya juga masih berpangkat Kolonel.
Dalam buku “The Art of War”, Sun Tzu, seorang ahli perang terkenal dari Tiongkok, mencatat bahwa perang adalah sebuah persoalan hidup dan mati, serta suatu jalan menuju keselamatan atau kehancuran bagi suatu negara. Oleh karena itu, pemimpin negara harus mengerti dengan mendalam mengenai perang dan tidak boleh mengabaikannya. Hal ini terbukti dalam sejarah bahwa kekuatan militer yang tak tangguh dapat menyebabkan punah dan bubar suatu negara. Contoh terjadinya punahnya peradaban pribumi di Amerika oleh pendatang dari Eropa, punahnya kerajaan-kerajaan di Indonesia oleh kekuatan yang lebih besar dengan teknologi yang canggih, serta punahnya peradaban Tiongkok yang begitu maju oleh kekuatan imperialis. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kekuatan militer dalam menjaga kelangsungan suatu negara.
Menurut pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn.) Prabowo Subianto, seorang Panglima harus memiliki kebijaksanaan, kesungguhan, ketegasan, dan kebaikan. Sebagai seorang mantan Komandan Pasukan Tempur dan Panglima, Prabowo Subianto meyakini bahwa seorang Panglima harus tetap tenang dan fleksibel dalam menghadapi perubahan situasi yang cepat. Selain itu, ia juga harus selalu hati-hati dan memperhitungkan setiap tindakannya. Keberhasilan seorang Panglima juga diukur dari kemauannya untuk selalu belajar dan memperhatikan keadaan, laporan yang masuk, serta peta-peta yang mempengaruhi situasi pertempuran. Terlebih lagi, seorang Panglima yang berhasil harus memiliki empati yang besar terhadap prajuritnya, sehingga prajurit tersebut bersedia mendukung Panglima sampai mati.
Dari pengalaman dan pemikirannya mengenai kepemimpinan militer, Prabowo Subianto juga menekankan bahwa seorang Panglima yang berhasil adalah orang yang memiliki minat besar terhadap profesinya, selalu rajin membaca dan belajar, serta memahami insting yang kuat terhadap keadaan. Seorang Panglima yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan dan memiliki intuisi yang kuat dalam mengambil keputusan akan menjadi pemimpin yang unggul. Sebaliknya, Panglima yang tidak berhasil biasanya tidak memiliki kecerdasan dan kemahiran dibidangnya, kurang rajin belajar, keras kepala, tidak mau menerima saran, dan mengabaikan faktor-faktor rasionalitas.
Dari wawasan dan pengalaman yang dimilikinya, Prabowo Subianto menegaskan bahwa seorang Panglima yang berhasil selalu diukur dari kemampuannya sebagai pemimpin yang unggul, komandan pasukan yang unggul, memiliki fisik yang tangguh, kecerdasan yang tinggi, serta memiliki empati yang besar terhadap anak buahnya. Kesemuanya ini selaras dengan prinsip-prinsip kepemimpinan dan keprajuritan yang telah terbukti dalam berbagai peristiwa sejarah.