SURABAYA, Waspada.co.id – Ketua DPD Partai Gerindra Jawa Timur, Anwar Sadad, menjawab pertanyaan tokoh NU almarhum Choirul Anam yang disampaikan sebelum wafat pada 9 Oktober 2023 lalu tentang persoalan alasan Prabowo Subianto yang semula oposisi menjadi masuk pemerintahan.
“Yang pernah disampaikan pak Prabowo adalah beliau sering mengutip perang samurai dan kontestasi politik di Amerika bahwa kalau ada dua kekuatan besar itu bertarung terus tidak akan ada gunanya, karena kapan selesainya? Sebaiknya justru bersatu untuk kemanfaatan masyarakat,” katanya dalam diskusi di Museum NU Surabaya, Jumat (8/3).
Dalam diskusi bertajuk “Ngobrol tentang Cak Anam” dalam rangka mengenang tokoh NU dan pendiri Harian “Duta Masyarakat”, sekaligus merayakan HUT ke-23 Duta itu, politisi yang akrab disapa Gus Sadad itu mengemukakan hal itu menjawab pertanyaan almarhum Cak Anam yang disampaikan dalam diskusi itu oleh adik almarhum, M Kaiyis.
“Kalau soal pertahanan justru pak Prabowo selama menjabat Menhan selalu mendorong konsolidasi pertahanan menuju konstalasi politik baru melalui serangkaian kerja sama dengan negara lain,” katanya dalam diskusi yang juga menampilkan Luhfil Hakim (Ketua PWI Jatim) dan Prof DR KH Imam Ghazali Said MA. (UINSA/Pesantren An-Nur Surabaya).
Politikus santri yang alumni Pesantren Sidogiri, Pasuruan itu menyatakan Prabowo juga sering menyebut peran kunci NU yang sempat menyerukan “holy war” (jihad fi sabilillah), sehingga sejarah mencatat tentara yang menjadi pemenang perang dunia justru kalah dalam pertempuran di Surabaya, Jatim.
“Karena itu, saya juga banyak belajar dari Cak Anam bahwa politikus Nahdliyyin itu yang penting bukan partai apa, tapi politikus yang mengembangkan pandangan NU dalam berpolitik, yakni maqosidus syariah, atau berpolitik yang melahirkan kebijakan partai untuk menjaga agama, jiwa, dan mengelola urusan dunia,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Gus Sadad yang selama kuliah S2 hingga menjadi anggota DPR sering menjadi penulis kolom di Harian Duta Masyarakat itu juga masih ingat otokritik Cak Anam kepada politikus nahdliyyin yang dinilai “jago kandang”, bukan ada yang sekelas Gus Dur dan Cak Anam sendiri.
Sementara itu, Ketua PWI Jatim Luhfil Hakim mengenang almarhum Cak Anam sebagai tokoh yang namanya banyak dikenang karena tulisan, sedangkan Guru Besar UINSA Prof. DR. KH. Imam Ghazali Said, MA., menilai tulisan Cak Anam justru membuat peran NU dalam kesejarahan nasional banyak dikenal masyarakat.
“Cak Anam itu banyak menulis dan mengungkap pikiran-pikiran NU di media massa, beliau juga dekat dengan Gus Dur, tapi tidak mau menjadi pejabat, beliau memilih menjadi orang biasa dan mengurus koran di Jatim, serta mencetak kader-kader NU di berbagai bidang, seperti Gus Sadad itu,” kata Luhfil Hakim.(wol/republika/mrz/d2)