Anwar Usman Seharusnya Dipecat Secara Permanen dari Mahkamah Konstitusi, Bukan Diberhentikan Sementara

by -154 Views
Anwar Usman Seharusnya Dipecat Secara Permanen dari Mahkamah Konstitusi, Bukan Diberhentikan Sementara

JAKARTA, Waspada.co.id – Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah memberlakukan sanksi berat berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap Ketua MK Anwar Usman. Namun, keputusan ini menghasilkan dissenting opinion (DO) atau pendapat yang berbeda.

Anggota MKMK Prof. Bintan Saragih menyatakan DO terhadap keputusan ini. Menurutnya, MKMK hanya menyatakan PTDH terhadap status Anwar sebagai Ketua MK. Dengan demikian, Anwar hanya turun jabatan menjadi hakim MK biasa berkat keputusan MKMK.

“Dalam membuat kesimpulan penentuan sanksi terhadap hakim Anwar Usman kami berbeda sehingga saya harus memberikan dissenting opinion,” kata Bintan dalam sidang pengucapan putusan pada Selasa (7/11).

Bintan menjelaskan bahwa perbedaan pendapatnya disebabkan oleh pola pikirnya sebagai seorang akademisi. Bintan telah berkarir sebagai dosen selama puluhan tahun. “Latar belakang saya sebagai akademisi hukum, saya konsisten sebagai akademisi, karena itu dalam memandang masalah selalu berdasarkan apa adanya,” ujar Bintan.

Bintan tetap ingin menghukum Anwar Usman dengan PTDH sebagai hakim MK. Ia mendukung pemecatan sepenuhnya Anwar dari MK.

“Sebabnya dalam memberikan putusan pada pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi saya beri putusan sesuai aturan yang berlaku yaitu sanksi pemberhentian tidak dengan hormat sebagai hakim konstitusi,” ujar Bintan.

Dasar argumentasi Bintan merujuk ke Pasal 41 huruf c dan Pasal 47 Peraturan MK nomor 1 tahun 2024 tentang MKMK. Bintan meyakini bahwa pelanggaran berat yang dilakukan Anwar wajib diganjar pemecatan sepenuhnya dari MK.

“Sanksi terhadap pelanggaran berat hanya pemberhentian tidak dengan hormat dan tidak ada sanksi lain,” tegas Bintan.

Pelaporan terhadap MK merupakan akibat dari MK yang memutus tujuh perkara uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), Senin (16/10).

Enam gugatan ditolak, namun MK memutuskan mengabulkan sebagian satu gugatan yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Perkara itu masuk ke MK dengan nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan yang mendukung pencalonan Gibran Rakabuming sebagai Cawapres tetap dijalankan meski dihujani empat pendapat berbeda atau Dissenting Opinion dari hakim MK dan dua alasan berbeda dari hakim MK. (wol/republika/mrz/d2)