Serangan Gaza Mengerogoti Anggaran Israel, Kementerian Berencana Penutupan 10 Kementerian
YERUSALEM, Waspada.co.id – Serangan yang membabi buta terhadap Gaza sejak 7 Oktober lalu telah menggerogoti anggaran Israel sangat besar. Israel di ambang kebangkrutan dan merencanakan menutup 10 kementerian. Sementara kebutuhan belanja militernya terus bertambah.
Perang yang sedang berlangsung dengan kelompok teror Hamas diperkirakan akan merugikan Israel sekitar NIS50 miliar (sekitar Rp212,6 triliun) pada tahun 2024, dengan asumsi bahwa pertempuran intensitas tinggi di Gaza akan berakhir pada kuartal pertama tahun baru, menurut Kementerian Keuangan Israel mengutip Times of Israel, kemarin.
Sementara untuk memenuhi kebutuhan keamanan Israel pada tahun 2024, belanja pertahanan bakal meningkat sebesar NIS30 miliar (sekitar Rp127 triliun). Kementerian Keuangan melaporkan dalam sebuah dokumen yang diserahkan kepada Komite Keuangan Knesset. NIS9,6 miliar (sekitar Rp40,8 triliun) lainnya akan dibutuhkan untuk pengeluaran sipil akibat perang, termasuk evakuasi penduduk di sepanjang perbatasan selatan dan utara negara itu, penguatan pasukan darurat seperti polisi, dan rehabilitasi komunitas yang dilanda perang.
Tambahan NIS 8,8 miliar (sekitar Rp37 triliun) dianggarkan untuk biaya-biaya lain, termasuk pembiayaan utang pemerintah yang lebih besar dan biaya suku bunga yang lebih tinggi dibandingkan yang direncanakan sebelum pecahnya perang. Akibatnya, belanja anggaran secara keseluruhan pada tahun 2024 diperkirakan akan membengkak menjadi NIS562,1 miliar dari NIS513,7 miliar yang disetujui pada bulan Mei.
Sementara itu, pendapatan pemerintah, terutama pendapatan pajak, kemungkinan besar tidak akan mencapai target karena perlambatan perekonomian selama periode perang. Pengeluaran yang lebih tinggi dari yang direncanakan dan ekspektasi terhadap pendapatan pemerintah yang lebih rendah akan menyebabkan defisit anggaran sebesar 5,9 persen dari produk domestik bruto pada tahun 2024, naik dari pagu yang direncanakan sebesar 2,25%, perkiraan Kementerian Keuangan.
Kementerian memangkas perkiraan pendapatan pemerintah untuk tahun 2024 menjadi NIS 417,1 miliar, dan memperkirakan pendapatan tersebut akan menjadi NIS 35 miliar lebih rendah dari proyeksi pada bulan Juni.
Penutupan 10 Kementerian
Akibat tingginya defisit, Kementerian Keuangan Isreal dilaporkan telah merekomendasikan penutupan 10 kementerian untuk menutupi kekurangan anggaran masa perang sebesar NIS70 miliar ($20 miliar), di samping sejumlah langkah potensial lainnya.
Menurut laporan Channel 12, kementerian-kementerian yang menjadi sasaran Kementerian Keuangan meliputi Kementerian Pemukiman dan Misi Nasional, Kementerian Yerusalem dan Tradisi Yahudi, dipimpin, Kementerian Intelijen, Kementerian Pembangunan Negev dan Galilea, Kementerian Kerja Sama Daerah, Kementerian Urusan Diaspora dan Kesetaraan Sosial, Kementerian Urusan Strategis, Kementerian Warisan dan Peningkatan Status Pelayanan Perempuan.
Menurut laporan tersebut, Kementerian Keuangan juga telah merekomendasikan pemotongan dana koalisi sebesar NIS5 miliar (Rp21 triliun), menghilangkan subsidi bensin, menaikkan pajak rokok, dan manfaat pajak lebih lanjut dalam beasiswa studi lanjutan. Jika tidak ada pilihan lain, Kementerian Keuangan dilaporkan dapat merekomendasikan kenaikan pajak PPN yang dikenakan pada hampir semua barang konsumsi, yang saat ini mencapai 17%.
Kementerian Keuangan memperkirakan perekonomian akan tumbuh pada laju 1,6% tahun depan, lebih lambat dari perkiraan 2% pada tahun 2023, dan setelah pertumbuhan pesat sebesar 6,5% pada tahun 2022. Hal ini terjadi di tengah ekspektasi berlanjutnya perlambatan konsumsi swasta, real estate, dan pendapatan perusahaan akibat dampak perang.
Gubernur Bank of Israel Amir Yaron dalam beberapa pekan terakhir mendesak anggota parlemen untuk melakukan penyesuaian dan memotong pengeluaran dalam anggaran tahun 2024 yang tidak terkait dengan upaya pertempuran atau tidak mendorong pertumbuhan, untuk menyeimbangkan kenaikan biaya perang, sambil tetap mempertahankan tanggung jawab fiskal.
Seruan untuk pengendalian fiskal muncul karena bank sentral khawatir bahwa pengelolaan beban belanja keamanan yang lebih tinggi oleh pemerintah dapat merugikan posisi Israel di pasar internasional. Selain itu juga berdampak negatif terhadap keputusan lembaga pemeringkat kredit di masa depan, yang pada gilirannya dapat menyebabkan biaya yang lebih tinggi untuk meningkatkan utang. (wol/inilah/pel/d1)