Jakarta, Waspada.co.id – Jumlah orang yang mendaftar Calon Pimpinan (Capim) dan Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terhitung sedikit per siang hari ini dibandingkan dengan tahun 2019 yang lalu.
Padahal pendaftaran tinggal tiga hari lagi, yaitu Senin (15/7) mendatang.
“Pendaftaran Capim KPK sebanyak 107 orang. Sedangkan pendaftaran Cadewas sebanyak 87 orang,” ungkap Wakil Ketua Panitia Seleksi (Pansel), Arif Satria, Jumat (12/7).
Meskipun jumlah peserta yang baru mendaftar terbilang sedikit, Arif tetap optimis karena terdapat 682 orang yang telah melakukan registrasi akun di situs resmi pendaftaran. Ia berharap agar ratusan orang tersebut segera mengisi formulir sebelum batas waktu pendaftaran.
“Saya yakin hingga 15 Juli jumlahnya akan terus bertambah. Karena yang telah mendaftar sudah mencapai 682 orang,” kata Arif.
Arif juga menyebutkan jenis kelamin dari peserta yang mendaftar Capim dan Cadewas KPK. Capim terdiri dari 105 laki-laki dan 2 perempuan dengan total 107 orang. “Sedangkan untuk Cadewas KPK, perempuannya lebih banyak yaitu 11 orang dan laki-laki sebanyak 76 orang dengan total 87 orang,” ujarnya.
Sementara itu, sebaran wilayah pendaftar Capim dan Cadewas KPK paling banyak berasal dari DKI Jakarta dan Jawa Barat. “Untuk Capim, distribusi wilayahnya masih didominasi oleh Jawa Barat 28 orang, DKI Jakarta 19 orang, Jawa Timur 11 orang, Banten 10 orang, Jawa Tengah 6 orang, dan sisanya kurang dari 5 orang,” papar Arif.
Sebelumnya, mantan Ketua KPK, Agus Rahardjo, menyampaikan bahwa minimnya minat calon pimpinan (capim) KPK disebabkan oleh undang-undang yang ada.
Agus menyatakan bahwa tidak ada perlindungan bagi pimpinan KPK yang memiliki risiko pekerjaan besar. “Bayangkan, perlindungan untuk ombudsman saja ada, mengapa tidak untuk pimpinan KPK? Selain itu, lebih baik jika pimpinannya tetap independen,” katanya.
Selain itu, Agus juga menganggap penting adanya revisi terhadap Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
“Undang-undang Tipikor belum mencakup kasus korupsi di sektor swasta, serta masih banyak aset yang dirampas. Oleh karena itu, revisi terhadap UU Tipikor diperlukan secara menyeluruh,” tambahnya.