Pada Jumat (21/3), Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto membacakan eksepsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, di mana nama Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) disebut. Hasto mengungkapkan bahwa intimidasi terhadapnya mulai meningkat sejak Agustus 2023 dan semakin intens setelah Pemilu Kepala Daerah Tahun 2024. Proses pemecatan Jokowi oleh PDIP menjadi puncak dari intimidasi tersebut, yang kemudian membawa kepada perkara dugaan suap dan perintangan penyidikan.
Hasto menegaskan bahwa tekanan terhadapnya semakin kuat ketika PDIP mencabut status keanggotaan Jokowi, terutama terkait dengan kasus dugaan suap PAW anggota DPR RI periode 2019-2024 untuk kepentingan Harun Masiku. Dalam sidang tersebut, Hasto menunjukkan bahwa kasus Harun Masiku selalu digunakan sebagai instrumen untuk menekannya, terutama sejak proses pemecatan Jokowi oleh DPP PDIP setelah melalui Badan Kehormatan Partai.
Selain itu, Hasto juga mengungkapkan bahwa pada periode 4-15 Desember 2024, dia merasa ditekan oleh utusan yang mengaku dari pejabat negara agar tidak melakukan pemecatan terhadap Jokowi. Hal ini kemudian berujung pada Hasto dinyatakan sebagai tersangka oleh KPK pada 24 Desember 2024, yang menurutnya merupakan bentuk kriminalisasi dan berdampak pada keluarga Hasto yang tidak bisa merayakan Natal bersama secara utuh.
Dalam kasus ini, Hasto didakwa memberikan suap dan merintangi penyidikan terkait PAW anggota DPR RI. JPU KPK menyebut bahwa Hasto bersama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku memberikan uang kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan melalui mantan Bawaslu Agustiani Tio Fridelina. Uang tersebut diberikan agar KPU RI menyetujui permohonan PAW Caleg daerah Sumatera Selatan menuju Harun Masiku. Hasto dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a UU Tipikor dan Pasal-pasal terkait lainnya.