Reformasi Intelijen Indonesia: Penataan Kembali Struktur Organisasi BIN

by -19 Views

Reformasi Intelijen Indonesia yang Dinamis

Sebagai mata dan telinga negara, Badan Intelijen Negara (BIN) dituntut untuk terus beradaptasi dalam menghadapi ancaman dan tantangan yang semakin kompleks. Dengan perubahan dinamika keamanan baik global, regional, maupun nasional, urgensi reformasi intelijen Indonesia menjadi semakin nyata.

Baru-baru ini, Program Studi Ilmu Politik Universitas Bakrie Jakarta menggelar diskusi bertajuk “Dinamika Reformasi dan Tata Kelola Intelijen” di Kampus Universitas Bakrie, Rasuna Said, Jakarta, pada 19 Maret 2025. Acara ini menghadirkan berbagai pakar dan akademisi untuk membahas kelembagaan intelijen, sumber daya manusia, teknologi, serta mekanisme pengawasan.

Tantangan dalam Pengawasan Intelijen

Ketua Program Studi Ilmu Politik Universitas Bakrie, Aditya Batara Gunawan, menyoroti dua tantangan utama dalam tata kelola intelijen, yakni pengelolaan sumber daya manusia dan mekanisme pengawasan.

“Pengawasan intelijen yang saat ini berada di bawah Komisi I DPR RI melalui Tim Pengawas (Timwas) Intelijen masih bersifat politis. Perlu ada pemikiran mengenai model pengawasan yang lebih memadai,” ujar Aditya.

Saat ini, mekanisme pengawasan terhadap BIN diatur dalam UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, yang menyebutkan bahwa pengawasan eksternal dilakukan oleh komisi DPR khusus bidang intelijen. Namun, efektivitas Timwas dalam mengawasi BIN dinilai masih kurang optimal, terutama dalam tiga aspek utama:

Pengawasan anggaran

Pengawasan operasi intelijen

Pengawasan regulasi

Menurut Aditya, idealnya Timwas dapat menghasilkan laporan evaluasi sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap publik dan negara.

Meningkatkan Akuntabilitas Pengawasan Intelijen

Direktur Eksekutif LESPERSSI, Rizal Darma Putra, menekankan pentingnya pengawasan yang akuntabel terhadap BIN.

“Meskipun pengawasan intelijen tidak bisa sepenuhnya transparan, prinsip akuntabilitas tetap harus ditegakkan dalam rangka kontrol demokratis (democratic control),” katanya.

Lebih lanjut, Rizal menambahkan bahwa Timwas harus diberikan kewenangan penyidikan dalam kasus-kasus penyimpangan. Selain itu, ia juga menyoroti pentingnya penyusunan identifikasi ancaman (threat assessment) agar BIN dapat lebih efektif dalam menerapkan strategi mitigasi ancaman nasional.

Perkembangan Kelembagaan BIN dalam Reformasi Intelijen

Mantan Gubernur Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN), Mayjen TNI (Purn) Rodon Pedrason, menilai bahwa BIN telah mengalami perkembangan signifikan, terutama di bawah kepemimpinan Budi Gunawan, yang telah menjabat selama delapan tahun.

BIN saat ini semakin akademis dan adaptif terhadap perubahan lingkungan strategis, dengan penambahan beberapa kedeputian baru seperti Intelijen Siber dan Intelijen Pengamanan Aparatur,” ujar Rodon.

Saat ini, BIN memiliki sembilan kedeputian, termasuk:

Deputi Bidang Intelijen Siber (Deputi VI)

Deputi Bidang Intelijen Pengamanan Aparatur (Deputi VIII)

Deputi Bidang Analisis dan Produksi Intelijen (Deputi IX)

Dalam aspek sumber daya manusia (SDM), Rodon menekankan pentingnya proses rekrutmen yang lebih profesional, tidak hanya berbasis tes tertulis, tetapi juga melalui penelusuran bakat dan keahlian.

Tantangan Teknologi dalam Reformasi Intelijen Indonesia

Dalam diskusi ini, Analis Utama Maha Data Lab 45, Diyauddin, menyoroti tantangan teknologi dalam reformasi intelijen Indonesia.

Reformasi Intelijen Indonesia harus terus ditingkatkan untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan yang ada. Penguatan mekanisme pengawasan, profesionalisme sumber daya manusia, dan penerapan teknologi intelijen yang mandiri merupakan hal yang penting. Melalui kerjasama antara akademisi, pemerintah, dan masyarakat, reformasi intelijen yang adaptif dan demokratis dapat terwujud.

Sumber: Reformasi Intelijen Indonesia: Pakar Soroti Efektivitas Pengawasan BIN
Sumber: Pakar Soroti Efektivitas Tim Pengawas Intelijen