Diduga Oknum Penggugat Megawati Soekarnoputri sebagai Kader Golkar – Waspada Online

by -44 Views

Jakarta, Waspada.co.id – Ada hal menarik dari pengakuan lima kader PDI Perjuangan yang namanya digunakan sebagai pihak penggugat dalam kasus Ketua Umum Megawati Soekarnoputri di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

Kelima kader tersebut dibayar Rp300 ribu oleh seorang pengacara untuk menandatangani kertas kosong yang kemudian digunakan sebagai pemberian kuasa untuk mengajukan gugatan.

Siapakah yang memiliki kepentingan dalam mempengaruhi PDIP? Apakah pengacara tersebut bertindak sendiri?

Politikus PDIP Guntur Romli melalui kicauan di media sosial yang telah dikonfirmasi oleh republika.co.id, menyebut sosok Anggiat BM Manalu sebagai pihak yang mengajukan gugatan terhadap Ketua Umum PDI Perjuangan Ibu Megawati.

“Anggiat BM Manalu menggunakan nama lima kader PDI Perjuangan yang kemudian mengaku bahwa mereka dijebak dan diberi uang sebesar Rp300 ribu. Setelah mengaku, kelima orang tersebut meminta maaf kepada Ibu Megawati dan seluruh kader PDI Perjuangan,” ujarnya.

Dari penelusuran melalui poster dan berita online tahun 2019, kata Guntur Romli, Anggiat BM Manalu adalah Pengurus Bakastratel DPP Golkar, Wakil Sekjen Depinas Soksi, dan Caleg DPR RI dari Partai Golkar Nomor Urut 10 dari Dapil Sumut III.

Dari pengakuan lima orang yang mengaku sebagai kader PDI Perjuangan dan merasa dijebak, terungkap bahwa gugatan yang diajukan oleh Anggiat BM Manalu merupakan rekayasa dan konspirasi jahat. Tujuan mereka adalah untuk mengganggu PDI Perjuangan dan Ketua Umum Ibu Megawati.

“Dengan mengaku sebagai seorang pengacara, Anggiat BM Manalu telah melanggar kode etik profesi pengacara dengan merekayasa gugatan bahkan dengan pesanan dan pembayaran seperti pengakuan lima orang yang mengaku sebagai kader PDI Perjuangan,” katanya.

Guntur Romli meminta Golkar untuk mengklarifikasi status keanggotaan Anggiat. “Berdasarkan rekam jejak sebagai Caleg Partai Golkar, apakah Anggiat BM Manalu masih menjadi pengurus atau anggota Partai Golkar, maka harap Partai Golkar melakukan klarifikasi,” tulisnya.

“Perihal pencabutan gugatan”

Kelima kader PDIP berjanji untuk mencabut gugatan tersebut. Kelima kader dari Jakarta Barat ini, yaitu Jairi, Djupri, Manto, Sujoko, dan Suwari mengakui bahwa mereka telah ditipu oleh seorang pengacara dengan imbalan Rp300 ribu agar menandatangani kertas kosong yang digunakan untuk mengajukan gugatan.

Jairi, salah satu dari lima kader tersebut, pada Rabu (11/9) menyampaikan permintaan maaf terbuka kepada Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Permintaan maaf tersebut juga disampaikan kepada seluruh kader Banteng Moncong Putih di seluruh Indonesia.

“Saya, atas nama teman-teman saya, meminta maaf kepada Ketua Umum PDI Perjuangan Ibu Hajjah Megawati Soekarnoputri, beserta seluruh keluarga besar PDIP di seluruh Indonesia,” kata Jairi dalam siaran pers PDI Perjuangan yang diterima wartawan pada Rabu malam.

Permintaan maaf tersebut disampaikan dalam konferensi pers di Cengkareng, Jakarta Barat. Hadir juga dalam permintaan maaf tersebut Djupri, Manto, Sujoko, dan Suwari yang disebut sebagai kader yang mengajukan gugatan. Jairi menjelaskan bahwa bersama empat rekannya yang merupakan kader lainnya, mereka tidak mengetahui tentang gugatan tersebut. Mereka semua merasa menjadi korban dari penipuan dan perangkap.

Jairi menceritakan bagaimana penipuan dan perangkap tersebut terjadi ketika mereka bertemu dengan seorang pengacara. “Saya dan empat teman saya, Djupri, Manto, Sujoko, dan Suwari, bertemu dengan Anggiat BM Manalu (pengacara) di sebuah posko tim pemenangan,” kata Jairi.

Dari pertemuan tersebut, kata Jairi, pengacara tersebut berbicara dan meminta dukungan terkait peningkatan demokrasi. Jairi bersama keempat rekannya sepakat untuk mendukung peningkatan demokrasi tersebut. Mereka setuju untuk memberikan dukungan karena sepakat dengan prinsip demokrasi. Namun, tanpa mereka sadari, kertas kosong yang mereka tandatangani kemudian digunakan sebagai surat kuasa untuk mengajukan gugatan terhadap DPP PDIP.

Setelah menandatangani kertas kosong tersebut, pengacara tersebut memberikan mereka uang ratusan ribu. “Kami diberikan pembayaran sebesar Rp300 ribu,” kata Jairi.

Menurut Jairi, ketika bertemu dengan pengacara tersebut, mereka tidak membahas hal lain selain peningkatan demokrasi. Tidak ada pembicaraan tentang partai politik maupun gugatan terhadap PDIP. Tidak juga ada pembicaraan tentang pemberian kuasa hukum. Oleh karena itu, atas permintaan maaf kelima kader tersebut, mereka akan mencabut kuasa dari pengacara tersebut dan juga akan mencabut gugatan di PTUN Jakarta.

“Kami juga telah membuat surat pencabutan gugatan yang diajukan atas nama kami. Kami tidak memberikan kuasa kepada siapapun termasuk kepada Anggiat BM Manalu. Kami tidak pernah memberikan kuasa tersebut. Oleh karena itu, kami akan mencabut tuntutan tersebut. Kami tidak mengajukan gugatan terhadap DPP PDIP. Kami merasa terjebak dalam situasi ini,” kata Jairi.

“Dan sekali lagi, kami meminta maaf kepada ketua umum kami, Ibu Hajjah Megawati Soekarnoputri, serta seluruh keluarga besar PDIP,” tambahnya.

Sebelumnya, sejumlah orang yang mengatasnamakan kader PDIP telah mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta pada Selasa (10/9).

Mereka menggugat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang telah mengesahkan kepengurusan DPP PDI Perjuangan 2019-2024. Dalam gugatan mereka, para penggugat mempertanyakan keputusan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang memperpanjang masa kepemimpinannya hingga 2025.

Menurut para penggugat, perpanjangan masa kepemimpinan Megawati tersebut bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PDI Perjuangan. Menurut peraturan internal tersebut, masa kepemimpinan ketua umum hanya lima tahun dari 2019 hingga 2024. Oleh karena itu, perpanjangan masa kepemimpinan Megawati hingga 2025 dianggap tidak sah karena tidak melalui kongres partai.