Kasus korupsi Pertamina disebut sebagai pemufakatan jahat yang terorganisir dengan kerugian negara fantastis, diperkirakan mencapai 1 kuadtriliun. Korupsi ini tidak terbatas pada impor minyak mentah dan BBM, tetapi juga menyangkut pengoplosan BBM Ron 90 menjadi Ron 92 atau Pertalite menjadi Pertamax. Pemerhati Intelijen, Sri Radjasa MBA, menjelaskan bahwa korupsi Pertamina merupakan korupsi “states capture corruption” yang melibatkan pejabat dan pihak swasta dalam mengendalikan keputusan pemerintah. Pelaku korupsi Pertamina juga dapat dijerat dengan pasal pemalsuan dan penipuan terkait pengoplosan BBM. Hal ini telah menimbulkan dampak ekonomi yang signifikan pada rakyat dan negara. Kasus korupsi Pertamina juga menjadi contoh baru di mana koruptor menggunakan jaringan kejahatan untuk mengganggu proses hukum. Keterlibatan mafia migas yang melibatkan aparat hukum, eksekutif, legislatif, dan LSM anti korupsi telah mempersulit proses penegakan hukum. Oleh karena itu, tindakan perlu diambil untuk melindungi integritas negara dari praktik korupsi yang merajalela.
Serangan Antek Koruptor pada Proses Hukum: Ancaman Bagi Negara
