MUI Kota Probolinggo Mendesak Pemkot Tinjau Ulang Peraturan Pajak Daerah
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Probolinggo menegaskan desakan kepada Pemerintah Kota setempat untuk meninjau kembali Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PPDRD). Desakan ini muncul karena adanya pro-kontra di masyarakat terkait pengenaan pajak dan izin operasional tempat hiburan seperti diskotek, karaoke, kelab malam, dan bar.
MUI Kota Probolinggo menilai kebijakan ini tidak hanya soal pendapatan daerah, tetapi juga masalah moral masyarakat. Mereka menolak masuknya tempat hiburan seperti panti pijat, diskotek, karaoke, bar, dan pub ke dalam subjek Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT). Menurut mereka, hal ini dapat membuka ruang bagi kemaksiatan yang bertentangan dengan norma agama dan sosial.
Dalam konferensi pers, MUI Kota Probolinggo dengan tegas menunjukkan sikapnya. Mereka menyoroti adanya kontradiksi hukum terkait larangan beroperasinya diskotek, kelab malam, dan panti pijat di Kota Probolinggo sesuai Pasal 16 Perda Nomor 9 Tahun 2015. Keberadaan jenis hiburan tersebut dianggap dapat merusak moral dan nilai-nilai sosial.
MUI memaparkan enam poin pernyataan sikap yang menekankan pentingnya menjaga moral, menolak praktik amoral, meminta tinjauan kembali perda terkait pajak hiburan yang berpotensi merusak moral, dan mengajak seluruh masyarakat untuk mendukung kebijakan yang berlandaskan agama dan budaya. Langkah MUI ini menegaskan peran mereka sebagai pengawal moral dalam kebijakan publik.
MUI Kota Probolinggo, melalui pernyataan resminya, tidak hanya menunjukkan keberpihakan pada nilai-nilai agama dan moral masyarakat, tetapi juga sebagai mitra konstruktif pemerintah dalam membangun tata kelola yang adil dan membawa keberkahan. Mereka menantang pembuat kebijakan untuk tidak mengorbankan nilai-nilai religius demi keuntungan keuangan daerah yang kontroversial.





